Suara Perlawanan Perokok

BEBERAPA hari terakhir ini, publik ramai memperbincangkan terkait wacana akan kenaikan harga rokok, dan pastinya hal ini bagi penulis yang juga perokok menjadi berita yang mengejutkan. Harga rokok yang saat ini saja masih dirasa sudah tinggi eh malah bakal dinaikkan lagi.

Perbincangan ini pun menjadi top diskusi di hampir semua tempat di Warkop,kantor hingga pedagang pasar. Isu kenaikan yang ditanggapi beragam oleh masyarakat, ada yang setuju dan sudah pasti ada yang sangat tidak setuju.
Tulisan ini ‬bukan jawaban atau bantahan akan niat pemerintah untuk menaikkan harga rokok. Dan bagi penulis ini adalah sebuah kisah sinetron lama yang dihadirkan dengan alur cerita, aktor dan produser yang berbeda.

Masih ingat awal 2009 ada Fatwa MUI soal haram rokok? Nah.. itu sinetron pertama dan kali ini datang dari DPR RI dan Menteri Keuangan, katanya biar sehat dan menambah APBN. Alasan ini memang sedikit aneh, tapi tak apalah biar kelihatan mereka ada kerjaan. Dari pada mereka hanya duduk lalu berpikir korupsi di pos mana dan tambah hutang luar negeri.

Kalau bicara sehat, sumber penyakit itu bukan hanya rokok, masih begitu banyak sumber penyakit lainnya yang dianggap sangat urgen untuk coba di tekan. Salah satunya adalah nasi. Nasi yag setiap hari dikonsumsi hampir semua rakyat Indonesia bisa berakibat diabetes, itu belum gula darah, batu ginjal, ditambah kangker dan masih banyak yang lain. Sebagai konsumen kami bisa gugat, kenapa beras tidak diberi gambar penyakit diabetes, gula atau kopi yang menjadi sumber matinya Mirna.

Atau kenapa tidak dibatasi penjualan motor, mobil, dan pendirian perusahaan baru. Asap dari semua ini bukan hanya mengakibatkan penyakit bagi pengguna dan penghirup, tapi bisa berakibat menipisnya lapisan ozon. Keseluruhan manusia di dunia bisa terbakar habis akibat terik matahari. Bicara persoalan ini panjang, kesimpulannya jangan naikkan harga rokok karena alasan kesehatan. Kalau alasannya perokok aktif dan pasif, tinggal diperketataturan area bebas hisapnya. Toh saat ini banyak disediakn area bebas merokok hingga di tiap desa, daripada tidak dimanfaatkan dan hanya menghamburkan anggaran atau sekedar properti fiktif penunjang kota dan atau desa sehat saja.

Alasan menambah APBN. Nah.. ini lebih menarik. Sama halnya dengan pribahasa sambil menyelam minum air pula. Sehatnya dapat, APBN meningkat. Tapi sayang, rencana ini lebih murah dari harga tembakau yang dijual para petani. Apa negara sanggup menanggung nasib sejumlah besar karyawan pabrik rokok di Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari industri rokok yang mencapai ribuan orang, pemilik industri rokok yang gulung tikar, para petani tembakau yang menggantungkan hidupnya dari bertani tembakau. Kalau alasan diatas dibantah, ada alternatif lain soal menambah APBN. Tinggikan pajak perusahaan asing yang mengeksploitasi alam negeri ini.

Sekedar analisis komparatif sekitar awal 2016 lalu Menteri Perhubungan Ingnasis Jonan (eks) mengeluarkan surat edaran penghentian ojek online, sebagai orang yang paham betul soal transportasi pak Ingnas pasti sudah lakukan kajian yang matang serta patuh pada aturan undang-undang.

Apa yang terjadi, hanya dalam waktu beberapa jam Jokowi membatalkan surat edaran itu. Bukan tanpa alasan, disamping mode teransportasi baru ini membuka lapangan pekerjaan bagi sekian ribu orang, ada muatan politis (itu yang saya amati). Sebab apa?, Itu basis massa rill yang bisa mendukung kebijakan jokowi serta investasi politiknya untuk 2019. Belajar dari pengalaman “pelegalan” ojek onile, saya hampir yakin tak mungkin jokowi menaikkan harga rokok sampai angka Rp 50 ribu perbungkus. Jokowi pasti paham, presentasi jika masyarakat kita adalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang menjadi mayoritas penghuni republik ini. Dengan alasan investasi politik juga, ia tak mungkin mengambil langkah keliru yang cenderung menurunkan tahtanya secara perlahan. Ini sekedar analisa. Tetapi bila tetap dinaikkan, sebagai perokok militan kami tak mundur selangkahpun. Sebab rokok adalah sumber inspirasi, karena rokok kita berkawan, akibat rokok orang berkoalisi, dari asapnya saya membaca dan menulis.‪ ‪#‎Merokoklah ‬selagi masih bisa dibeli dengan uang sendiri, bukan subsidi.

Penulis : Rohzali Putra B,
Kepala Divisi Subsidi PUSDAM Bone

. Sumber

loading...

Berita Terkait :


Lintas Daerah. update: 5:06:00 PM

0 Response to "Suara Perlawanan Perokok"

Post a Comment