Akal sehat telah dengan mudah
Terbenam di sudut gelap…
Ia terperankap dalam kisah yang pilu
(Asma Nadia, Pesantren Impian)
KEGADISAN dan keperawanan adalah dua kata yang telah lama menjadi dongeng yang aku tinggalkan. Rasanya aku ingin menyembunyikan wajah di balik selimut. Atau jika mungkin untuk sementara waktu menghilang kemana saja tanpa ada yang tahu.
Ada ingatan yang terkadang membuatku kembali pada lorong kegelisahan yang terlalu dalam dan gelap. Ia seakan mengunciku pada ruangan tanpa suara. Dari ruang itu aku melihat semua orang di sekitarku mencoba menyapa dan terus menghiburku. Aku kemudian lelah dan kembali tenggelam dalam kecewa tanpa batas.
Rasa malu telah membuat diriku untuk mengunci rapat-rapat agar tak bercerita. Betapapun aku menguatkan diri dan hatiku. Semua yang ada disekelilingku terasa terdiam. Mereka seakan menatapku dengan penuh simpati. Dan pastinya sulit bagiku untuk menanggung semuanya sendiri.
Sebuah tragedi yang tak menyisakan teka-teki buatku. Mungkin sebab bayang-bayang kegelapan terlalu sempurna untuk menutupi wajah yang melakukannya. Lantas rahasia apalagi yang harus aku sembunyikan. Ketika kisah cinta yang tertunda berbuah menjadi jiwa-jiwa yang putus asa.
Ditempat ini aku mencoba kembali merangkai benang-benang kepercayaan. Kurajut ia dengan penuh kesabaran. Ada ketegangan yang luar biasa, ketika aku mencoba menebak teka-teki yang terjadi setelahnya ataukah rasa keraguan yang serasa hinggap di dada, apakah nantinya aku akan lelah dan bosan sebelum aku mengakhiri rajutan tersebut?
Takdir lantas mengaitkanku untuk menemukan diriku dalam keadaan sadar. Aku tahu kehidupanku terlalu sederhana. Begitu banyak laki-laki yang ada disekitarku yang kadang mencoba menawarkan kebahagiaan dan kenyamanan seperti dulu. Tapi bagiku sulit menemukan seseorang yang benar-benar tulus. Apalagi dengan keadaanku yang sekarang, apalagi ketika mereka nantinya tahu tentang aku dan cerita masa laluku.
Mungkin itu sudah seharusnya menjadi cerita yang aku tinggalkan. Banyak bagian sejarah yang sejenak ingin aku lupakan. Tapi ada bagian yang lain yang ingin aku abadikan. Ketika waktunya telah tiba, Mungkin aku harus memberikan lebih banyak kepercayaan. Seandainya aku bisa membuat perubahan sejarah dalam kehidupanku. Andai Tuhan memberiku kembali waktu, aku akan memutuskan untuk pergi dari masa lalu yang selalu jujur dan entah apa masih memungkinkan untuk diputihkan. Mungkin…!
Penulis: Satria Jaya, (Penulis dan Pewarta, Anggota Indonesia Scout Journalist Community)
. Sumber
0 Response to "“Sebuah Cerita Di Balik Jeruji Besi” Part I"
Post a Comment